Welcome to Supriyanto Blog

Senin, 20 Mei 2013

PARADIGMA SOSIOLOGI FAKTA SOSIAL

Durkheim meletakkan landasan paradigma Sisiologi Fakta Sosial melalui karyanya The Rules of Sociological Method (1895) dan suicide (1897). Untuk memisahkan Sosiologi dari pengaruh filsafat dan untuk membantu sosiologi mendapatkan lapangan penyelidikannya sendiri maka Durkheim membangun satu konsep yakni : Fakta Sosial.
Fakta Sosial ini lah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi. Fakta sosial dinyatakannya sebagai barang sesuatu (thing) yang berbeda dengan ide. Barang sesuatu menjadi objek penyelidikan dari seluruh ilmu pengetahuan. Ia tidak dapat di pahami melalui kegiatan mental murni (spekulatif). Tetapi untuk memahaminya diperlukan penyusunan data riil dluar pemikiran manusia. Fakta sosial harus diteliti didalam dunia nyata sebagaimana orang mencari barang sesuatu lainya:

Fakta sosial menurut Durkheim terdiri atas dua macam:

1.    Dalam bentuk material. Yaitu barang sesuatu yang dapat disimak. Ditangkap dan di observasi.
2.    Dalam bentuk non material. Yaitu sesuatu yang dianggap nyata (external). Fakta sosial jenis ini merupakan fenomena yang bersifat inter subjective yang hanya dapat muncul dari dalam kesadaran manusia. Contohnya egoism, altruism dan opini.

Untuk memisahkan sosiologi dari psikologi, Durkheim dengan tegas pula membedakan antara fakta sosial dengan fakta psikologi. Fakta psikologi adalah fenomena yang dibawa oleh manusia sejak lahir (inherited). Dengan demikian bukan merupakan hasil pergaulan hidup masyararakat. Fakta sosial tidak dapat diterangkan dengan fakta psikologi. Ia hanya dapat diterangkan dengan fakta sosial pula. Karena itu ahli psikologi telah diperingatkan pula untuk tidak terlallu lama membuang waktu dengan mencoba menyelidiki fakta sosial karena fakta sosial adalah lapangan penyelidikan dari sosiologi.

 

POKOK PERSOALAN


Pokok persoalan yang harus menjadi pusat perhatian penyelidikan sosiologi menurut paradigma ini adalah : fakta-fakta sosial. Secara garis besarnya fakta sosial terdiri atas dua tipe. Masing-masing adalah struktur sosial (sosial institution) dan pranata sosial. Sifat dasar serta antar hubungan dari fakta sosial inilah yang menjadi sasaran penelitian sosiologi menurut paradigma fakta sosial.
Secara lebih terperinci fakta sosial itu terdiri atas : kelompok, kesatuan masyarakat tertentu (societies), system sosial, posisi, peranan, nilai-nilai, keluarga, pemerintahan dsb.
Menurut Peter Blau ada dua tipe dasar dari fakta sosial
  1. Nilai-nilai umum (common values)
  2. Norma yang terujud dalam kebudayaan atau dalam subculture
Norma dan pola nilai ini  biasa disebut institutopm atau disini diartikan dengan pranata. Sedangkan jaringan hubungan sosial dimana interaksi sosial berproses dan menjadi terorganisir serta melalui mana posisi-posisi sosial dari individu dan sub kelompok dapat dibedakanm sering diartikan sebagai struktur sosial. Dengan demikian, struktur sosial dan pranata sosial inilah yang menjadi pokok persoalan penyelidikan sosiologi menurut paradigma fakta sosial.

Bagi penganut paradigma fakta sosial, apakah mereka memusatkan perhatiannya kepada struktur sosial atau kepada pranata sosial, namun keduanya mereka pandang sebagai barang sesuatu yang sungguh-sungguh ada dalam bentuk material yang utuh dan kompleks. Perhatian utama penganut paradigma fakta sosial terpaut kepada antar hubungan antara struktur sosial, pranata sosial dan hubungan antara individu dengan struktur sosial serta antara hubungan antara individu dengan pranata sosial. Teori-teori sosiologi berbeda terminologi dalam mengkonseptualisasikan antar hubungan pranata sosial, struktur sosial dan individu ini. Perbedaan tersebut jelas terlihat dalam bahasan.

 

TEORI-TEORI

Ada bebarapa varian teori yang tergabung ke dalam paradigma fakta sosial ini, tetapi penulis hanya memberikan 2 teori saja. Masing-masing adalah :
  1. Teori fungsionalisme structural
  2. Teori konflik
Yang dominan adalah dua teori yang disebut mula-mula. Yang dibicarakan juga hanya kedua teori pertama itu yakni teori fungsionalisme structural dan teori konflik.

TEORI FUNGSIONALISME STRUKTURAL

Teori ini menekankan kepada keteraturan (order) dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Konsep-konsep utamanya adalah : fungsi, disfungsi, fungsi laten, fungsi manifest dan keseimbangan (equilibrium)

TEORI KONFLIK

Teori ini dibangun dalam rangka untuk menentang secara langsung terhadap teori fungsionalisme structural. Karena itu tidak mengherankan apabila proposisi yang dikemukakan oleh penganutnya bertentangan dengan proposisi yang terdapat dalam teori fungsionalisme structural. Tokoh utama teori konflik adalah Ralp Dahrendorf.

Kalau menurut teori fungsionalisme structural masyarakat berada dalam kondisi statis atau tepatnya bergerak dalam kondisi keseimbangan maka menurut teori konflik malah sebaliknya. Masyarakat senantiasa dalam proses perubahan yang ditandai oleh pertentangtan yang terus menerus diantara unsure-unsurnya.

Kesimpulan penting yang dapat diambil adalah bahwa teori konflik ini ternyata terlalu mengabaikan keteraturan dan stabilitas yang memang ada dalam masyarakat di samping konflik itu sendiri. Masyarakat selalu dipandangnhya dalam kondisi konflik. Mengabaikan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku umum yang menjamin terciptanya keseimbangan dalam masyarakat. Masyarakat seperti tidak pernah aman dari pertikaian dan pertentangan.

 

METODE PENELITIAN PARADIGMA FAKTA SOSIAL


Penganut paradigma fakta sosial cenderung mempergunakan metode kuesioner dan intervieu dalam penelitian empiris mereka. Metode observasi umpamanya ternyata tidak begitu cocok untuk studi fakta sosial. Alasannya karena sebagian besar dari fakta sosialmerupakan sesuatu yang dianggap sebagai barang sesuatu (a thing_ yang nyata yang tidak dapat diamati secara langsung. Hanya dapat di pelajari melalu  pemahaman (intepretatif understanding). Selain itu metode observasi dinilai terlalu sempit dan kasar untuk tujuan penelitian fakta sosial. Metode experiment juga ditolak pemakaiannya alasannya karena terlalu sempit untuk dapat meneliti fakta sosial yang memang bersifat makroskopik.

Pemakaian metode kuesioner dan interview oleh para penganut paradigma fakta sosial ini sebenarnya mengandung suatu ironi sebab informasi yang dikumpulkan melalui kuesioner dan interview banyak mengandung unsure subyektivitas dari si informan.

Terhadap kelemahan metode tersebut James Coleman (1970) mengajukan beberapa saran sbb. Pertama kelemahan kuesioner dan interview dapat diatasi dengan menyusun pertanyaan-pertanyaan yang runtun secara rasional. Kedua dengan mengajukan pertanyaak ekpada individu tentang unit sosialnya sendiri. Dua cara ini merupakan cara terakhir untuk memperoleh informasi fakta sosial. Ketiga dengan menggunakan teknik sampling yang disebut coleman: "Snowball Sampling". Artinya menanyakan kepada anggota sampel siapa saja yang menjadi teman terdekatnnya. Selain dari itu dapat pula dipergunakan teknik sampling yang disebutnya :saturation samling, yakni dengan mengajukan pertannyaan sosiometrik dalam jumlah yang banyak. Terakhir dapat pula dilakukan sampling bertingkat (multi stage sampling).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar