Welcome to Supriyanto Blog

Kamis, 10 Maret 2016

PENYULUHAN NARKOBA UNTUK MENCEGAH TERJADINYA PENYALAHGUNAAN DAN PEREDARAN NARKOBA DI LINGKUNGAN YONIF 403/WP

YogyakartaNarkoba adalah singkatan dari narkotika dan obat/bahan berbahaya. Selain "narkoba", istilah lain yang diperkenalkan khususnya oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah Napza yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika, danzat adiktif. Semua istilah ini, baik "narkoba" ataupun "napza", mengacu pada kelompok senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya. Menurut pakar kesehatan, narkoba sebenarnya adalah senyawa-senyawa psikotropika yang biasa dipakai untuk membius pasien saat hendak dioperasi atau obat-obatan untuk penyakit tertentu. Namun kini persepsi itu disalahartikan akibat pemakaian di luar peruntukan dan dosis yang semestinya.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Undang-Undang No. 35 tahun 2009). Narkotika digolongkan menjadi tiga golongan sebagaimana tertuang dalam lampiran 1 undang-undang tersebut. Yang termasuk jenis narkotika adalah:
1.         Tanaman papaver, opium mentah, opium masak (candu, jicing, jicingko), opium obat, morfina, kokaina, ekgonina, tanaman ganja, dan damar ganja.
2.      Garam - garam dan turunan - turunan dari morfina dan kokaina, serta campuran - campuran dan sediaan - sediaan yang mengandung bahan tersebut di atas.

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan pada aktivitas mental dan perilaku (Undang-Undang No. 5/1997). Terdapat empat golongan psikotropika menurut undang-undang tersebut, namun setelah diundangkannya UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika, maka psikotropika golongan I dan II dimasukkan ke dalam golongan narkotika. Dengan demikian saat ini apabila bicara masalah psikotropika hanya menyangkut psikotropika golongan III dan IV sesuai Undang-Undang No. 5/1997. Zat yang termasuk psikotropika antara lain:
·       Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Magadon, Valium, Mandrax, Amfetamine, Fensiklidin, Metakualon, Metifenidat, Fenobarbital, Flunitrazepam, Ekstasi, Shabu-shabu, LSD (Lycergic Syntetic Diethylamide) dan sebagainya.

Bahan Adiktif berbahaya lainnya adalah bahan-bahan alamiah, semi sintetis maupun sintetis yang dapat dipakai sebagai pengganti morfina atau kokaina yang dapat mengganggu sistem syaraf pusat, seperti:
·           Alkohol yang mengandung ethyl etanol, inhalen/sniffing (bahan pelarut) berupa zat organik (karbon) yang menghasilkan efek yang sama dengan yang dihasilkan oleh minuman yang beralkohol atau obat anaestetik jika aromanya dihisap. Contoh: lem/perekat, aceton, ether dan sebagainya.
  
Batalyon Infanteri bekerja sama dengan Kepolisian Resor Sleman (Polres Sleman) mengadakan Penyuluhan Narkoba dalam upaya mencegah terjadinya penyalahgunaan dan peredaran Narkoba di Asrama Yonif 403/WP.
  
Penyuluhan tersebut dibuka langsung oleh Danyonif 403/WP Mayor Inf Muchlis Gasim, S.H., M.Si., yang dihadiri oleh Wadanyonif 403/WP Mayor Inf Yoga Yastinanda, Pa Staf Yonif 403/WP, Jajaran Danki Yonif 403/WP serta seluruh Prajurit Yonif 403/WP dan Ibu – ibu Persit KCK Cab LIX Yonif 403. Hadir Pula perwakilan dari Polres Sleman Kasat Binmas AKP Rini Anggraini, S.S., SIK., Ipda Sriyati, S.Sos., Aiptu Sri Muryanti, Bripka Slamet Utomo dan Bripda M. Taufiq Hidayat.

Polres Sleman melalui Kasat Binmas AKP Rini Anggraini, S.S., SIK.,  bertempat di Aula Pratista Yonif 403/WP, Kamis, 10 Maret 2016 berharap anggota TNI dan Polri jangan sampai menjadi pemakai dan pengedar Narkoba karena dampak negatifnya akan sangat besar bagi keluarga, lingkungan masyarakat dan akan mempengaruhi kinerja prajurit nantinya. Acara tersebut diikuti sekitar 300 prajurit Yonif 403/WP beserta 120 anggota Ibu Persit Kartika Chandra Kirana Cab LIX Yonif 403 Koorcab Rem 072.

Selaku narasumber dan pembicara dalam sosialisasi tersebut Kanit Bintibmas Polres Sleman Ipda Sriyati, S.Sos., mengatakan bahwa Presiden Jokowi menyerukan berbagai pihak untuk lebih gencar melakukan pemberantasan narkoba. Pemberantasan barang haram itu dinilai mendesak karena angka penyalahgunaan narkoba di Indonesia mencapai 5 juta kasus dan merupakan fenomena gunung es.

Sriyati menambahkan bahwa Pengguna Narkoba sama halnya dengan orang yang sakit dan hukuman yang tepat adalah dengan rehabilitasi. "Sekarang ini sudah terlalu banyak pengedar dan pengguna narkoba, untuk itu untuk mewujudkan indonesia bersih dan bebas dari narkoba, kita harus menekan pengguna sampai derajat terendah maka bandar narkoba akan punah," ujarnya.
  
"Jangan sampai generasi mendatang terkena bahaya narkoba, dari segala kalangan baik masyarakat, mahasiswa, pelajar maupun relawan harus mempunyai komitmen bersama untuk bebas dari Narkoba," kata Ipda Sriyati, S.Sos.

Sriyati juga mengatakan bahwa Panglima TNI memerintahkan jajarannya agar prajurit TNI melalui BNN merazia apakah anggota TNI tersebut terlibat dalam pemakai dan pengedar Narkoba atau tidak. Apabila terlibat, maka konsekuensi yang diterima dari prajurit tersebut yang terlibat Narkoba adalah pemecetan dari dinas TNI. spr_ops 403.












Rabu, 09 Maret 2016

Prajurit Yonif 403/WP & Keluarga melaksanakan Sholat Gerhana Matahari di Masjid Al - Iman Yonif 403/WP

Sebagian orang menganggap terjadinya gerhana matahari dan bulan sebagai gejala alam biasa, sebagai peristiwa ilmiah yang bisa dinalar. Gerhana sekedar menjadi tontonan menarik yang bisa disaksikan beramai-ramai bersama keluarga dan handai tolan. Namun bagi yang merasa tunduk kepada keagungan Sang Perncipta, Allah SWT, gerhana adalah peristiwa penting yang secara gamblang menunjukkan bahwa ada kekuatan Yang Maha Agung di luar batas kemampuan manusia; manusia yang paling merasa faham ilmu alam sekalipun. Mereka yang merasa rendah di hadapan Sang Pencipta akan menadahkan muka, menghadap Allah SWT, mengerjakan shalat secara berjamaah. Rasulullah SAW telah memberikan tuntunan untuk itu. Rasulullah SAW bersabda,

”Sesungguhnya matahari dan rembulan adalah dua tanda-tanda kekuasaan Allah, maka apabila kalian melihat gerhana, maka berdo’alah kepada Allah, lalu sholatlah sehingga hilang dari kalian gelap, dan bersedekahlah.” (HR Bukhari-Muslim).

Gerhana Matahari merupakan fenomena yang terjadi apabila matahari tertutup oleh bulan. Fenomena gerhana matahari total pada tahun 2016 dianggap sebagai peristiwa langka yang belum dapat disaksikan kembali dalam 40 tahun ke depan. Tidak terkecuali dengan Prajurit Yonif 403/WP. Mereka juga melaksanakan Sholat Gerhana Matahari di Masjid Al - Iman Yonif 403/WP. Dalam sholat tersebut selaku imam dan khotib Bpk. Ustadz H. Burhanudin dari Yayasan Sultan Agung. Hadir pula dalam pelaksanaan sholat tersebut Danyonif 403/WP Mayor Inf Muchlis Gasim, S.H., M.Si., Wadan Yonif 403/WP Mayor Inf Yoga Yastinanda, Pa Staf Yonif 403/WP, Jajaran Danki Yonif 403/WP serta seluruh prajurit dan keluarga Yonif 403/WP. Pelaksanaan sholat gerhana matahari dilaksanakan pada pukul 07.00 WIB di Asrama Yonif 403/WP tepatnya di Masjid Al - Iman Yonif 403/WP. Prajurti dan Keluarga Yonif 403/WP tampak antusia dan khusuk dalam melaksanakannya.
Dokumentasi Giat Sholat Gerhana Matahari di Yonif 403/WP sebagai berikut :

























Sabtu, 20 Februari 2016

Menyambut Ton Tangkas Periode I Tahun 2016, Anggota Yonif 403/WP Berlatih Cross Country



Separuh kekuatan prajurit Batalyon Infanteri (Yonif) 403/WP digenjot latihan cross country di kawasn Candi Boko, Prambanan, Sleman. Ini dilakukan sebagai persiapan pemilihan wakil Kodam IV/Diponegoro dalam lomba Peleton Tangkas (Tontangkas).

Latihan cross country dilakukan dengan berlari memanggul senjata disertai ransel dengan beban berat lima kilogramn menempuh jarak tujuh kilometer. Cross country dipimpin langsung Komandan Batalyon (Danyon) Mayor Inf Imron Masyudhi, S.E. Kegiatan ini merupakan lanjutan dari beberapa kegiatan yang sudah dilakukan sebelumnya. Yakni latihan kompas dan baca peta, ketahanan mars (Hanmars), renang militer dan menembak senapan.


Mayor Inf Imron Masyhadi, S.E., mengatakan bahwa latihan cross country adalah bagian dari usaha memelihara dan meningkatkan disiplin, kemampuan dan ketahanan fisik serta tindakan setiap anggota, baik perorangan maupun kesatuan. Kegiatan bertujuan mempertahankan dan meningkatkan kemampuan serta kesehatan jasmani dalam rangka menunjang tugas pokok satuan Yonif 403/WP. "Selain pembinaan berkala, kami juga mempersiapkan mental dan fisik prajurit karena satuan kami bersiap-siap jika dipilih Kodam IV/Diponegoro sebagai wakil untuk terjun dalam lomba Tontangkas bulan depan di Cimahi, Jabar," terang Danyon. Ia mengaku bangga melihat hasil cross country anak buahnya. Sebab, catatan waktu yang ditempuh masing-masing peleton dalam latihan ini cukup bagus.


"Rata-rata hasil waktu yang ditempuh prajurit dengan senjata dan berat ransel 5 kilogram sebagai beban berlari masih cukup bagus, yaitu 24-30 menit. Mengingat rute yang ditempuh sangat berat, yaitu menaiki bukit, catatan tersebut cukup baik," pungkas Danyon.

Kamis, 04 Juni 2015

ADA APA DENGAN ROHINGYA

ADA APA DENGAN ROHINGYA....????


Mari kita bersama merenung dan berpikirkan tentang pengungsi Rohingya agar kita tidak salah terka dan menebak sebenarnya sebab musabab apa yang terjadi dengan mereka dan bagaimana sejarahnya...??? Mari kita baca bersama dan disimak dengan seksama....



Kronologi
Apa yang terlintas di benak Anda saat mendengar kata Rohingya? Sebuah nama tempat? Atau seperti suatu suku? Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa “Rohingya” adalah istilah yang dipakai untuk menyatakan bahasa yang digunakan orang-orang yang tinggal di daerah Arakan (Rakhine/Rohang), Myanmar. Adanya kemiripan dari segi  fonologi, bahasa Rohingya disinyalir berakar dari bahasa Cittagonian yang digunakan oleh penduduk Bangladesh. Hal ini berimplikasi pada dugaan terhadap asal suku penduduk Rohingya; sebagian sumber menyatakan bahwa penduduk Rohingya adalah penduduk asli Myanmar, sedangkan sebagian lain meyakini penduduk Rohingya adalah imigran Muslim yang berasal dari Bengal dan tinggal di Arakan saat masa penjajahan Inggris. Meski begitu, banyak pihak lebih condong ke pendapat kedua, karena secara linguistik, bahasa Rohingya berhubungan dengan bahasa yang digunakan orang Indo-Aryan di India dan Bangladesh, sangat berbeda dengan bahasa asli Myanmar yang berakar Sino-Tibetan. Eksistensi penduduk muslim Rohingya di Arakan sebenarnya sudah dimulai sejak abad kedelapan melalui proses perdagangan yang melibatkan kerjasama dengan penduduk Arab – menyebabkan keturunan Arab menjadi pelopor komunitas muslim di Myanmar. Sejarah mencatat bahwa perkembangan pesat penduduk muslim Rohingya terjadi pada rentang tahun 1891 (total 58.225 orang) hingga tahun 1911 (menjadi total 178.647 orang, hampir 3 kali lipat. red). Peningkatan pesat tersebut terjadi karena adanya migrasi massif dari penduduk Chittagong, India, akibat kebijakan upah buruh rendah yang terjadi di India selama masa kependudukan Inggris. Peningkatan penduduk tersebut mencapai puncaknya pada tahun 1927, saat total penduduk muslim Rohingya mencapai sekitar 480.000 orang. Sebagaimana kita tahu, Myanmar adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Buddha. Hal ini tentu saja menjadikan Arakan sebagai daerah dengan divergensi yang paling nyata di Myanmar. Meningkatnya jumlah penduduk muslim di Arakan lantas menjadikan konsentrasi antara kedua penduduk ini (Buddha dan Muslim) menempati titik dominasi yang sama. Ketegangan antara keduanya muncul kala perang dunia kedua. Pergantian kolonialisme oleh Jepang dan Inggris – menimbulkan kevakuman kekuasaan – berimplikasi pada ketegangan komunal dari pihak Buddha Rakhine maupun Muslim Rohingya. Inggris mempersenjatai penduduk muslim Rohingya, sedangkan Jepang mempersenjatai kaum Buddha Rakhine. Akibatnya, terjadi pembantaian besar-besaran antara kedua belah pihak, dan menyebabkan 62.000 penduduk muslim Rohingya migrasi ke Bengal dan ke Cittagong. Myanmar merdeka pada tahun 1948. Meski kondisi ketegangan antara kedua belah pihak masih ada, namun sejak 1962, komunitas Rohingya telah diakui sebagai suatu etnis asli dari Myanmar, bahkan memiliki perwakilan di parlemen dan di lembaga tinggi pemerintahan lainnya. Sayangnya, ini tak berlangsung lama. Sejak pemerintahan militer mengambil alih Myanmar pada tahun 1982, muncullah suatu peraturan pemerintah yang mendiskriminasi dan mendiskreditkan penduduk Rohingya. Mereka dicap sebagai “penduduk asing” dan kehilangan kewarganegaraan mereka. Junta-junta militer yang memerintah Myanmar selama hampir setengah dekade, sangat bergantung pada penduduk Buddha Myanmar dan Buddha Tervadha untuk memperkuat kekuasaannya, dan mendiskriminasi minoritas; tak hanya muslim Rohingya, namun juga mendiskriminasi etnis Cina, Kokang, dan Patthay (muslim Cina). Sejak 2005, UNHCR (United Nation High Comissioner of Refugees) membantu para penduduk muslim Rohingya untuk melakukan repatriasi ke kamp-kamp pengungsian. Namun, rencana ini mendapat hambatan karena adanya pelanggaran hak-hak asasi manusia di kamp-kamp pengungsian itu sendiri. Belum lagi para penduduk Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh, sekarang mereka mengalami masalah karena jumlah yang terlalu banyak dan tidak lagi mendapatkan dukungan pemerintah disana.


Konflik Myanmar 2012
Di tengah ketegangan politik yang sedang berlangsung, pada tanggal 28 Mei 2012, seorang wanita Rakhine bernama Ma Thida Htwe dibunuh setelah diperkosa oleh sekelompok orang pria. Para penduduk lokal mengklaim bahwa pelaku hal tersebut adalah Muslim Rohingya. Polisi pun menahan para terduga sebanyak 3 orang di penjara Yanbye. Namun, pada 3 Juni 2012 segerombol orang menyerang sebuah bus di daerah Tangup yang dikira membawa pelaku perkosaan tersebut. Akibatnya, 10 muslim terbunuh dari penyerangan tersebut yang memancing protes dari Muslim Myanmar secara keseluruhan. Sepanjang Juni 2012, ketegangan antara kedua belah pihak (Muslim Rohingya dan penduduk Buddha di Rakhine) semakin memuncak. Hal ini berimplikasi pada terjadinya kekacauan di daerah Rakhine itu sendiri. Keadaan semakin memburuk saat pemerintah Myanmar menetapkan status darurat bagi daerah Rakhine tanggal 10 Juni 2012, yang mana pemerintah melegalkan pihak militer Myanmar untuk menggunakan senjata demi mengontrol massa yang dinilai mengganggu nilai-nilai demokrasi. Meskipun begitu, kekerasan tidak berhenti. Terhitung  tanggal 14 Juni, pemerintah Myanmar mengklaim bahwa dalam peristiwa ini, 29 orang tewas (16 Muslim dan 13 umat Buddha ), diperkirakan 2500 rumah rusak dan 30.000 orang terpaksa pindah dari rumah mereka. Dalam kurun waktu 15-28 Juni, ratusan penduduk Rohingya melewati perbatasan Bangladesh. Akan tetapi, sebagian besar di antaranya banyak yang harus dipaksa kembali ke Myanmar. Para penduduk Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh ini menyatakan bahwa tentara dan polisi Myanmar menembaki sekumpulan penduduk setempat. Mereka menyatakan bahwa mereka takut untuk kembali ke Myanmar saat Bangladesh menolak mereka sebagai pengungsi dan meminta mereka untuk kembali ke negaranya. Pada tanggal 28 Juni, pemerintah Myanmar menyatakan bahwa total kematian pada kasus ini mencapai 80 orang, sedangkan total penduduk yang terpaksa pindah mencapai 90.000 orang.

Pemerintah Myanmar juga menahan 10 orang pekerja dari UNHCR (United Nation High Comissioner of Refugees) dan menjatuhkan hukuman pada tiga diantaranya karena dianggap ikut memancing kerusuhan. Antonio Guterres, perwakilan UNHCR, akhirnya mendatangi Yangon dengan maksud untuk bernegosiasi dengan pemerintah untuk melepaskan pekerja tersebut. Namun, Presiden Myanmar, Thein Sein, mengatakan bahwa ia hanya akan mengizinkan pelepasan 10 pekerja tersebut jika PBB mampu membantu perpindahan 1.000.000 penduduk Muslim Rohingya ke Bangladesh maupun ke negara lainnya. PBB menolak permintaan Sein tersebut. Pada bulan Oktober 2012, kerusuhan antara Muslim dan Buddha Rohingya pecah kembali. Kerusuhan tersebut bermula di kota Min Bya dan Mrauk Oo, yang kemudian menyebar ke daerah-daerah lainnya di Rakhine. Tak hanya melibatkan muslim Rohingya, muslim dari etnis-etnis lain pun melaporkan bahwa mereka juga menjadi target kekerasan. Pemerintah Myanmar menyatakan bahwa 80 orang terbunuh, dan lebih dari 4600 rumah terbakar. Hal ini mengakibatkan jumlah penduduk yang terpaksa harus meninggalkan rumah mereka pun mencapai 100.000 penduduk. Kasus ini telah menarik perhatian dunia untuk turut andil dalam membela hak-hak manusia yang terdiskreditkan, dan turut serta menyoroti tentang apa yang sebenarnya terjadi. Di awal November, sebuah organisasi bernama “Doctor Without Borders” melaporkan bahwa di Rakhine banyak tersebar pamflet dan poster yang mengancam para pekerja kesehatan yang membantu Muslim Rohingya. Hal ini menyebabkan banyak pekerja lokal yang akhirnya memutuskan untuk berhenti.


Kini
Sejak kunjungan menteri luar negeri Turki, Ahmet Davotoglu pada Maret lalu, Muhammad Idris; ketua organisasi penyelamat El-Feyyadi di Myanmar,  mengatakan bahwa PBB maupun Organization of Islamic Cooperation (OIC) kembali menyoroti kasus Myanmar setelah sebelumnya sempat ‘tertutupi’ oleh kasus-kasus dunia lainnya. Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kunjungan tersebut membuat pemerintah Myanmar menjadi lebih ‘hati-hati’ dalam bertindak. Human Rights Watch sebagai organisasi pemerhati hak-hak asasi manusia di tingkat internasional juga mengeluarkan laporannya pada 22 April 2013 lalu yang berjudul “All You Can Do is Pray; Crimes Against Humanity and Ethnic Cleansing of Rohingya Muslims in Arakan States” sejumlah 153 halaman yang menjelaskan tentang apa yang terjadi dengan Rohingya sejak 2010 lalu. Human Rights Watch juga meminta  pemerintah Myanmar untuk menghapuskan poin diskriminasi pada UU kewarganegaraan Myanmar tahun 1982 dan memastikan anak-anak Rohingya memiliki status kewarganegaraan yang jelas.


Refleksi
Apa yang terjadi di Myanmar saat ini bisa jadi mengingatkan kita pada peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi di negeri ini. Ya, barangkali masih segar di dalam ingatan kita tentang Orde Baru dan kejadian-kejadian yang muncul selama pemerintahannya. Bermula dari peristiwa G30S/PKI, berlanjut ke naiknya rezim Suharto dan menyusul ke diskriminasi atas kaum Tionghoa maupun para keturunan G30S/PKI, yang mencapai puncaknya pada tahun 1998. Hal ini menyebabkan ribuan etnis Tionghoa yang tinggal di Indonesia harus berpindah negara-negara lain, atau pulang ke Cina. Kasus ini boleh saja dikatakan analog, saat akhirnya militerianisme menjadi ‘senjata’ pemerintah dan akhirnya kehilangan fungsinya – tak lagi melindungi rakyat, tetapi melindungi pemerintah. Pelanggaran HAM tidak lagi menjadi suatu yang mestinya dipersalahkan, malah akhirnya dijadikan sebagai justifikasi pemerintah atas kekuasaannya. Sebagai negara yang secara historis-geografis berada dekat dengan Myanmar, ditambah fakta bahwa Indonesia adalah salah satu negara berpenduduk muslim terbanyak di dunia, maka sudah selayaknya pemerintah Indonesia menunjukkan sikapnya di dunia Internasional atas kasus di negara Myanmar ini. Salah satu langkah diplomatis yang bisa kita lakukan adalah dengan membantu mediasi antara pihak pemerintah Myanmar dengan muslim Rohingya, atau mengumpulkan negara-negara berpenduduk mayoritas muslim lainnya untuk turut serta membantu mencari jalan terbaik atas penyelesaian kasus ini. Kasus ini perlu untuk segera diselesaikan, karena yang saudara-saudara kita di Rohingya butuhkan saat ini bukan hanya berupa makanan maupun obat-obatan, melainkan pula kepastian mengenai status mereka di hadapan hukum, bahkan kepastian untuk bisa hidup, selayaknya manusia.

Senin, 16 Maret 2015

BDM Yongmoodo

BELADIRI YONGMOODO BELADIRI BERBAHAYA, WAJIB BAGI PRAJURIT TNI AD KHUSUSNYA
PRAJURIT YONIF 403/WP



YONGMOODO

          Sejarah Yongmoodo dimulai pada tanggal 15 Oktober 1995 dimana The Martial Reearch Institut dari Yong In University Korea membentuk seni beladiri Yongmoodo yang merupakan gabungan dari beladiri Judo, Taekwondo, Apkido, Ssirum, dan Hon Sin Sul. Akar dari Yongmoodo adalah beladiri Hon Sin Sul yang berarti Beladiri.
Istilah Yongmoodo berasal dari kata Hankido yang dikembangkan di Korea pada tahun 1976. Kemudian namanya berganti menjadi Kukmodo dan berubah menjadi Yongmoodo. Yongmoodo berasal dari 3 suku kata yaitu :

1. YONG berarti naga. Naga di agungkan oleh banyak orang yang dipercaya memiliki kemampuan mistik. Naga juga diyakini mampu terbang mengeluarkan api dari mulutnya, hidup dibawah air atau dibawah tanah, menguasai alam yang dapat menyebabkan terjadinya Tsunami, gempa bumi dan membawa kemakmuran serta keberuntungan bagi yang mempercayainya.
2. MU atau MOO berarti Beladiri yang menunjuk pada pertempuran yang mengacu pada prtempuran dan perkelahian, pertahanan dan strategis, fisik, mental, serta fisikologi.
3. DO berarti cara berlatih dan cara hidup, pandangan hidup yang kosong dan berisi Philosopi serta kemampuan belajar dari alam, hidup dan perkelahian ,melawan alam.

          Yongmoodo telah dipromosikan oleh ribuan alumni dari Yong In University dan para Master maupun Grand Master, yang diresmikan pada tanggal 25 April 2002 sehingga terbentuklah Organisasi Federasi Beladiri Yongmoodo dan memperoleh ketenaran tidak hanya di Korea tetapi di seluruh penjuru Dunia dan sudah tersebar di Negara – Negara :

1. Amerika Utara terutama di Amerika Serikat, Kanada dan wilayah yang lain di Benua Amerika.
2. Eropa terutama di Negara Prancis,
3. Di Asia terutama dI Negara Asia Timur seperti Korea Selatan dan Utara, Hongkong, Taiwan, Makao dan sebagian Asia Tenggara seperti Indonesia.
Pengagasan atau Pendiri Beladiri Yongmoodo antara lain :
1. Kim Byung Chun yang merupakan Presiden Asosiasi Yongmoodo Internaional di Korea.
2. Prof Lee Byeong Ik, Prof Kim Eui Yong dan Prof Kim Chang Woo yang menjabat di Departemen 
    Oriental Martial Art di Yong In University.
3. Prof Kang Min Chu yang menjabat sebagai sekretaris Jendral Asosiasi Yongmoodo Internasional.

Rangking dan warna sabuk yang ada dalam beladiri Yongmoodo adalah :

1. Rangking 10 = Sabuk putih.
2. Rangking 9 = Sabuk Kuning.
3. Rangking 8 = Sabuk Kuning.
4. Rangking 7 = Sabuk Hijau.
5. Rangking 6 = Sabuk Hijau.
6. Rangking 5 = Sabuk Biru.
7. Rangking 4 = Sabuk Biru.
8. Rangking 3 = Sabuk Coklat.
9. Rangking 2 = Sabuk Coklat.
10. Rangking 1 = Sabuk Merah.
Setelah Sabuk Merah maka para peserta Beladiri Yongmoodo dapat Dan I atau Sabuk Hitam dengan kemampuan meliputi Teknik Skill Dasar, Menengah, Tingkat mahir serta penggunaan alat.


RESIKO DAN KESELAMATAN DALAM LATIHAN

          Seni beladiri Yongmoodo memerlukan latihan yang kekal, harus di latihkan sedemikian untuk memperkecil resiko latihan yang bersifat fatal. Pelatihan seni beladiri Yongmoodo memerlukan persiapan yang cukup lama dan pengenalan tentang tehnik – tehnik dasar. Untuk mengefisienkan kemungkinan – kemungkinan kecil terluka yang di alami oleh para pemula maka dari itu perlu adanya pengawasan dan pelatihan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut agar resiko dan keselamatan latihan tidak berakibatkan fatal. Seni beladiri Yongmoodo memerlukan instruksi – instruksi dan praktek langsung dari seorang guru atau Instruktur agar hal – hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.

          Insturktur harus menyiapkan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan kesiapkan dalam pelatihan beladiri yongmoodo seperti, lapangan, alat bantu body tack, matras, sam sak, gansil (pelindung gigi), pelindung kepala, pelindung tangan dan kaki, harus memenuhi target standar keselamatan dan juga selama dalam melaksanakan latihan. Latihan tersebut harus dapat dikendalikan, diawasi dan dievaluasi. Berlatih seni beladiri Yongmoodo dimulai dengan pemanasan supaya badan siap menerima materi – materi latihan. Pemanasan dilakukan terutama pada bagian – bagian persendian, jari – jari tangan maupun kaki. Bagian –bagian terpenting yang harus dilatih tiap hari adalah Psikologi kita. Proses penyegaran dalam latihan juga perlu dilaksanakan meditasi dan pernapasan. Setiap pelatih atau Instruktur harus memiliki kemampuan untuk mengatasi segala kemungkinan yang akan terjadi di dalam pelaksanaan latihan. Karena dalam mempelajari ilmu seni beladiri Yongmoodo rawan terjadi kecelakaan dalam berlatih.

Selamat berlatih dan semoga berhasil dalam mempelajari Ilmu Beladiri Militer TNI AD YONGMOODO...!!!



Kamis, 13 Februari 2014

SEDIKIT SEJARAH USMAN HARUN
PAHLAWAN NASIONAL LEDAKKAN SINGAPOERA





Nama Usman dan Harun saat ini menjadi berita hangat di media massa setelah TNI AL akan menamakan sebuah kapal perang TNI AL (KRI) dengan nama Usman Harun. Pemerintah Singapura keberatan, sebab keduanya adalah orang-orang yang dianggap teroris oleh Singapura, sementara di Tanah Air, dia adalah pahlawan bangsa.


Ya, Usman Harun merupakan nama dua prajurit Korps Komando Operasi (KKO) pada periode 1960-an, atau yang disebut Marinir AL sekarang ini. Keduanya diberi gelar pahlawan nasional setelah dihukum mati oleh Pemerintah Singapura lantaran diduga melakukan aksi terorisme di Macdonald House.

Dari mana berawal?
Semuanya berawal ketika pada 31 Agustus 1957 berdiri negara Persemakmuran Malaya. Saat itu Singapura ingin bergabung dalam persemakmuran namun ditolak oleh Inggris. Lalu pada 16 September 1963 dibentuk federasi baru bernama Malaysia yang merupakan negara gabungan Singapura, Kalimantan Utara (Sabah), dan Sarawak.

Kesultanan Brunei kendatipun ingin bergabung dengan Malaysia, namun tekanan oposisi yang kuat lalu menarik diri. Alasan utama penarikan diri adalah Brunei merasa memiliki banyak sumber minyak, yang nanti akan jatuh ke pemerintahan pusat (Malaysia).

Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno sejak semula menentang keinginan Federasi Malaya yang tidak sesuai dengan perjanjian Manila Accord. Presiden Soekarno menganggap pembentukan Federasi Malaysia sebagai “boneka Inggris” merupakan kolonialisme dan imperialisme dalam bentuk baru serta dukungan terhadap berbagai gangguan keamanan dalam negeri dan pemberontakan di Indonesia.

Maka dibentuklah sukarelawan untuk dikirim ke negara itu setelah dikomandokannya Dwikora oleh Presiden Sukarno pada tanggal 3 Mei 1964 di Jakarta. Adalah Harun Said dan Usman Hj Mohd Ali, dua anggota KKO (Korps Komando Operasi -kini dikenal dengan Korps Marinir) yang diberangkatkan ke Singapura dengan menggunakan perahu karet. Tugasnya adalah menyabotase kepentingan-kepentingan Malaysia dan Singapura

Berikut ini adalah catatan perjalanan dua Pahlawan Nasional itu sebagaimana tersimpan dalam catatan sejarah KKO.


Memasuki wilayah Singapura
Tanggal 8 Maret 1965 pada waktu tengah malam buta, saat air laut tenang, ketiga sukarelawan ini mendayung perahu. Sukarelawan itu dapat melakukan tugasnya berkat latihan-latihan dan ketabahan mereka. Dengan cara hati-hati dan orientasi yang terarah mereka mengamati tempat-tempat penting yang akan dijadikan obyek sasaran, dan tugas mengamati sasaran-sasaran ini dilakukan sampa larut malam. Setelah memberikan laporan singkat, mereka mengadakan pertemuan di tempat rahasia untuk melaporkan hasil pengamatan masing-masing. Atas kelihaiannya mereka dapat berhasil kembali ke induk pasukannya, yaitu Pulau Sambu sebaga Basis II di mana Usman dan Harus bertugas.

Pada malam harinya Usman memesan anak buahnya agar berkumpul kembali untuk merencanakan tugas-tugas yang harus dilaksanakan, disesuaikan dengan hasil penyelidikan mereka masing-masing. Setelah memberikan laporan singkat,mereka mengadakan perundingan tentang langkah yang akan ditempuh karena belum adanya rasa kepuasan tentang penelitian singkat yang mereka lakukan,ketiga sukarelawan di bawah pimpinan Usman, bersepakat untuk kembali lagi ke daerah sasaran untuk melakukan penelitian yang mendalam. Sehingga apa yangdibebankan oleh atasannya akan membawa hasil yang gemilang.

Di tengah malam buta, di saat kota Singapura mulai sepi dengan kebulatan dan kesepakatan, mereka memutuskan untuk melakukan peledakan Hotel Mac Donald. Diharapkan dapat menimbulkan kepanikan dalam masyarakat sekitarnya. Hotel tersebut terletak di Orchad Road sebuah pusat keramaian d kota Singapura.Pada malam harinya Usman dan kedua anggotanya kembali menyusuri Orchad Road.
Di tengah-tengah kesibukan dan keramaian kota Singapura ketiga putra Indonesia bergerak menuju ke sasaran yang ditentukan, tetapi karena pada saat itu suasana belum mengijinkan akhirnya mereka menunggu waktu yang paling tepat untuk menjalankan tugas.

Setelah berangsur-angsur sepi,mulailah mereka dengan gesit mengadakan gerakan-gerakan menyusup untuk memasang bahan peledak seberat 12,5 kg. Dalam keheningan malam kira-kira pukul 03.07 malam tersentaklah penduduk kota Singapura oleh ledakan yang dahsyat seperti gunung meletus. Ternyata ledakan tersebut berasal dari bagian bawah Hotel Mac Donald yang terbuat dari beton cor tulang, hancur berantakan dan pecahannya menyebar ke penjuru sekitarnya. Penghuni hotel yang mewah itu kalang kabut, saling berdesakan ingin keluar untuk menyelamatkan diri masing-masing. Demikian pula penghuni toko sekitarnya berusaha lari dari dalam tokonya.

Beberapa penghuni hotel dan toko ada yang tertimbun oleh reruntuhan sehingga mengalami luka berat dan ringan. Dalam peristiwa ini, 20 buah toko di sekitar hotel itu mengalami kerusakan berat, 24 buah kendaraan sedan hancur, 3 orang meninggal, 35 orang mengalami luka-luka berat dan ringan. Di antara orang-orang yang berdesakan dari dalam gedung ingin keluar dari hotel tersebut tampak seorang pemuda ganteng yang tak lain adalah Usman.

Di tengah suasana yang penuh kepanikan bagi penghuni Hotel Mac Donald dan sekitarnya, Usman dan anggotanya dengan tenang berjalan semakin menjauh ditelan kegelapan malam untuk menghindar dari kecurigaan. Mereka kembali memencar menuju tempat perlindungan masing-masing.


Pada hari itu juga tanggal 10 Maret 1965 mereka berkumpul kembali. Bersepakat bagaimana caranya untuk kembali ke pangkalan. Situasi menjadi sulit, seluruh aparat keamanan Singapura dikerahkan untuk mencari pelaku yang meledakkan Hotel Mac Donald.

Melihat situasi demikian sulitnya, lagi pula penjagaan sangat ketat, tak ada celah selubang jarumpun untuk bisa ditembus. Sulit bagi Usman, Harun dan Gani keluar dari wilayah Singapura.Untuk mencari jalan keluar, Usman dan anggotanya sepakat untuk menerobos penjagaan dengan menempuh jalan masing-masing, Usman bersama Harun,sedangkan Gani bergerak sendiri.

Setelah berhasil melaksanakan tugas, pada tanggal 11 Maret 1965 Usman dan anggotanya bertemu kembali dengan diawali salam kemenangan, karena apa yang mereka lakukan berhasil. Dengan kata sepakat telah disetujui secara bulat untuk kembali ke pangkalan dan sekaligus melaporkan hasil yang telah dicapai kepada atasannya.

Sebelum berpisah Usman menyampaikan pesan kepada anggotanya, barang siapa yang lebih dahulu sampai ke induk pasukan, supaya melaporkan hasil tugas telah dilakukan kepada atasan. Mulai saat inilah Usman dan Harus berpisah dengan Gani sampai akhir hidupnya.


Gagal kembali ke pangkalan  
Usaha ketiga sukarelawan kembali ke pangkalan dengan jalan masing-masing.Tetapi Usman yang bertindak sebagai pimpinan tidak mau melepas Harun berjalan sendiri, hal ini karena Usman sendiri belum faham betul dengan daerah Singapura, walaupun ia sering memasuki daerah ini. Karena itu Usman meminta kepada Harun supaya mereka bersama-sama mencari jalan keluar ke pangkalan.

Untuk menghindari kecurigaan terhadap mereka berdua, mereka berjalan saling berjauhan, seolah-olah kelihatan yang satu dengan yang lain tidak ada hubungan sama sekali. Namun walaupun demikian tetap tidak lepas dari pengawasan masing-masing dan ikatan mereka dijalin dengan isyarat tertentu. Semua jalan telah mereka tempuh, namun semua itu gagal.

Dengan berbagai usaha akhirnya mereka berdua dapat memasuki pelabuhanSingapura, mereka dapat menaiki kapal dagang Begama yang pada waktu itu akan berlayar menuju Bangkok. Kedua anak muda itu menyamar sebagai pelayan dapur.Sampai tanggal 12 Maret 1965 mereka berdua bersembunyi di kapal tersebut.Tetapi pada malam itu, waktu kapten kapal Begama mengetahui ada dua orang yang bukan anak buahnya berada dalam kapal, dia mengusir mereka dari kapal. Kalau tidak mau pergi dari kapalnya, akan dilaporkan kepada polisi. Alasan mengusir kedua pemuda itu karena mereka takut diketahui oleh Pemerintah Singapura dan kapalnya akan ditahan. Akhirnya pada tanggal 13 Maret 1965 kedua sukarelawan Indonesia keluar dari persembunyiannya.

Usman dan Harun terus berusaha mencari sebuah kapal tempat bersembunyi supaya dapat keluar dari daerah Singapura. Ketika mereka sedang mencari-cari kapal, tiba-tiba tampaklah sebuah motorboat yang dikemudikan oleh seorang Cina. Daripada tidak berbuat akan tertangkap, lebih baik berbuat dengan dua kemungkinan tertangkap atau dapat lolos dari bahaya. Akhirnya dengan tidak pikir panjang mereka merebut motorboat dari pengemudinya dan dengan cekatan mereka mengambil alih kemudi, kemudian haluan diarahkan menuju ke Pulau Sambu.

Tetapi apa daya manusia boleh berencana, Tuhan yang menentukan.Sebelum mereka sampai ke perbatasan perairan Singapura, motorboatnya macet ditengah laut. Mereka tidak dapat lagi menghindari diri dari patroli musuh,sehingga pada pukul 09.00 tanggal 13 Maret 1965 Usman dan Harun tertangkap dan dibawa ke Singapura sebagai tawanan.

Mereka menyerahkan diri kepada Tuhan, semua dihadapi walau apa yang terjadi, karena usaha telah maksimal untuk mencari jalan. Nasib manusia di tanganTuhan, semua itu adalah kehendak-Nya. Karena itulah Usman dan Harus tenang saja, tidak ada rasa takut dan penyesalan yang terdapat pada diri mereka.

Sebelum diadili mereka berdua mendekam dalam penjara. Mereka dengan sabar menunggu saat mereka akan dibawa ke meja hijau. Alam Indonesia telah ditinggalkan, apakah untuk tinggal selama-lamanya, semua itu hanya Tuhan yang Maha Mengetahui.


Tabah sampai akhir
Proses Pengadilan. 
Usman dan Harun selama kurang lebih 8 bulan telah meringkuk di dalam penjara Singapura sebagai tawanan dan mereka dengan tabah menunggu prosesnya. Pada tanggal 4 Oktober 1965 Usman dan Harun dihadapkan ke depan sidang Pengadilan Mahkamah Tinggi (High Court) Singapura dengan J. Chua sebagai hakim.

Usman dan Harun dihadapkan ke Sidang Pengadilan Tinggi (High Court) Singapura dengan tuduhan :
1. Menurut ketentuan International Security Act Usman dan Harun telah melanggar Control Area.
2. Telah melakukan pembunuhan terhadap tiga orang.
3. Telah menempatkan alat peledak dan menyalakannya.

Dalam proses pengadilan ini, Usman dan Harun tidak dilakukan pemeriksaan pendahuluan, sesuai dengan Emergency Crimina Trials Regulation tahun 1964. Dalam Sidang Pengadilan Tinggi (Hight Court) kedua tertuduh Usman dan Harun telah menolak semua tuduhan itu. Hal ini mereka lakukan bukan kehendak sendiri, karena dalam keadaan perang. Oleh karena itu mereka meminta kepada sidang supaya mereka dilakukan sebagai tawanan perang (Prisoner of War).

Namun tangkisan tertuduh Usman dan Harun tidak mendapat tanggapan yang layak dari sidang majelis. Hakim telah menolak permintaan tertuduh, karena sewaktu kedua tertuduh tertangkap tidak memakai pakaian militer. Persidangan berjalan kurang lebih dua minggu dan pada tanggal 20 Oktober 1965 SidangPengadilan Tinggi (Hight Court) yan dipimpin oleh Hakim J. Chua memutuskan bahwa Usman dan Harun telah melakukan sabotase dan mengakibatkan meninggalnyatiga orang sipil. Dengan dalih ini, kedua tertuduh dijatuhi hukuman mati.

Pada tanggal 6 Juni 1966 Usman dan Harun naik banding ke FederalCourt of Malaysia dengan Hakim yang mengadilinya: Chong Yiu, Tan Ah Tah danJ.J. Amrose.
Pada tanggal 5 Oktober 1966 Federal Court of Malaysia menolak perkara naik banding Usman dan Harun. Kemudian pada tanggal 17 Februari 1967perkara tersebut diajukan lagi ke Privy Council di London.

Dalam kasus ini Pemerintah Indonesia menyediakan empat Sarjana Hukum sebagai pembela yaitu Mr. Barga dari Singapura, Noel Benyamin dari Malayasia, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja SH dari Indonesia, dan Letkol  (L) Gani Djemat SH Atase ALRI di Singapura. Usaha penyelamatan jiwa kedua pemuda Indonesia itu gagal. Surat penolakan datang pada tanggal 21 Mei 1968. 

Setelah usaha naik banding mengenai perkara Usman dan Harun ke Badan Tertinggi yang berlaku di Singapura itu gagal, maka usaha terakhir adalah untuk mendapat grasi dari Presiden Singapura Yusuf bin Ishak. Permohonan ini diajukan pada tanggal 1 Juni 1968. Bersamaan dengan itu usaha penyelamatan kedua prajurit oleh Pemerintah Indonesia makin ditingkatkan.
Kedutaan RI di Singapura diperintahkan untuk mempergunakan segala upaya yang mungkin dapat dijalankan guna memperoleh pengampunan. Setidak-tidaknya memperingan kedua sukarelawan Indonesia tersebut.

Pada tanggal 4 Mei 1968 Menteri Luar Negeri Adam Malik berusaha melalui Menteri Luar Negeri Singapura membantu usaha yang dilakukan KBRI. Ternyata usaha inipun mengalami kegagalan. Pada tanggal 9 Oktober 1968, Menlu Singapura menyatakan bahwa permohonan grasi atas hukuman mati Usman dan Harun ditolak oleh Presiden Singapura.

Pemerintah Indonesia dalam saat-saat terakhir hidup Usman dan Harun terus berusaha mencari jalan. Pada tanggal 15 Oktober 1968 Presiden Suharto mengirim utusan pribadi, Brigjen TNI Tjokropanolo ke Singapura untuk menyelamatkan kedua patriot Indonesia.

Pada saat itu PM Malaysia Tengku Abdulrahman juga meminta kepada Pemerintah Singapura agar mengabulkan permintaan Pemerintah Indonesia. Namun Pemerintah Singapura tetap pada pendiriannya tidak mengabulkannya. Bahkan demi untuk menjaga prinsip-prinsip tertib hukum, Singapura tetap akan melaksanakan hukuman mati terhadap dua orang KKO Usman dan Harun, yang akan dilaksanakan pada tanggal 17 Oktober1968 pukul 06.00 pagi waktu Singapura.

Permintan terakhir Presiden Suharto agar pelaksanaan hukuman terhadap kedua mereka ini dapat ditunda satu minggu untuk mempertemukan kedua terhukum dengan orang tuanya dan sanak farmilinya. Permintaan ini juga ditolak oleh Pemerintah Singapura yang tetap pada keputusannya, melaksanakan hukuman gantung terhadap Usman dan Harun.

Pesan terakhir
Waktu berjalan terus dan sampailah pada pelaksanaan hukuman, di mana Pemerintah Singapura telah memutuskan dan menentukan bahwa pelaksanaan hukuman gantung terhadap Usman dan Harun tanggal 17 Oktober 1968, tepat pukul 06.00 pagi. Dunia merasa terharu memikirkan nasib kedua patriot Indonesia yang gagah perkasa, tabah dan menyerahkan semua itu kepadapencipta-Nya. 

Seluruh rakyat Indonesia ikut merasakan nasib kedua patriot ini. Demikian juga dengan Pemerintah Indonesia, para pemimpin terus berusaha untuk menyelesaikan masalah ini. Sebab merupakan masalah nasional yang menyangkut perlindungan dan pembelaan warga negaranya.

Satu malam sebelum pelaksanaan hukuman, hari Rabu sore tanggal 16 Oktober 1968, Brigjen TIN Tjokropranolo sebagai utusan pribadi Presiden Suharto datang ke penjara Changi. Dengan diantar Kuasa Usaha Republik Indonesia di Singapura Kolonel A. Ramli dan didampingi Atase Angkatan Laut Letkol ((G) Gani Djemat SH, dapat berhadapan dengan Usman dan Harun di balik terali besi yang menyeramkan pada pukul16.00. Tempat inilah yang telah dirasakan oleh Usman dan Harun selama dalam penjara dan di tempat ini pula hidupnya berakhir.

Para utusan merasa kagum karena telah sekian tahun meringkuk dalam penjaradan meninggalkan Tanah Air, namun dari wajahnya tergambar kecerahan dan kegembiraan, dengan kondisi fisik yang kokoh dan tegap seperti gaya khas seorang prajurit KKO AL yang tertempa. Tidak terlihat rasa takut dan gelisah yang membebani mereka, walaupun sebentar lagi tiang gantungan sudah menunggu.

Keduanya segera mengambil sikap sempurna dan memberikan hormat serta memberikan laporan lengkap, ketika Letkol Gani Djemat SH memperkenalkan Brigjen Tjokropranolo sebagai utusan Presiden Suharto. Sikap yang demikian membuat Brigjen Tjokropranolo hampir tak dapat menguasai diri dan terasa berat untuk menyampaikan pesan.

Pertemuan ini membawa suasana haru, sebagai pertemuan Bapak dan Anak yang mengantarkan perpisahan yang tak akan bertemu lagi untuk selamanya. Hanya satu-satunya pesan yang disampaikan adalah bahwa Presiden Suharto telah menyatakan mereka sebagai Pahlawan dan akan dihormati oleh seluruh rakyat Indonesia, kemudian menyampaikan salut atas jasa mereka berdua terhadap Negara.
Sebagai manusia beragama, Brigjen Tjokropranolo mengingatkan kembali supaya tetap teguh, tawakal dan berdoa, percayalah bahwa Tuhan selalu bersama kita. Kolonel A. Rambli dalam kesempatan itu pula menyampaikan, bahwa Presiden Suharto mengabulkan permintaan mereka untuk dimakamkan berdampingan di Indonesia.

Sebelum berpisah Usman dan Harun dengan sikap sempurna menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden RI Jenderal Suharto atas usahanya, kepada Jenderal Panggabean, kepada mahasiswa dan pelajar, Sarjana Hukum, dan Rakyat Indonesia yang telah melakukan upaya kepadanya. Pertemuan selesai, Sersan KKO Usman memberikan aba-aba, dan keduanya memberi hormat

Menjalani Hukuman Mati
Pada saat ketiga pejabat Indonesia meninggalkan penjara Changi, Usman danHarun kembali masuk penjara, tempat yang tertutup dari keramaian dunia.Usman dan Harun termasuk orang-orang yang teguh terhadap agama.

Mereka berdua adalah pemeluk agama Islam yang saleh. Di alam yang sepi itu menambah hati mereka semakin dekat dengan pencipta-Nya. Karena itu empat tahun dapat mereka lalui dengan tenang. Mereka selalu dapat tidur dengan nyenyaknya walaupun pelaksanaan hukuman mati semakin dekat.

Pemerintah dan rakyat Indonesia mengenang kembali perjuangan kedua pemuda ini dan dengan keharuan ikut merasakan akan nasib yang menimpa mereka.Sedangkan Usman dan Harun dengan tenang menghuni penjara Changi yang sepi dan suram itu.

Mereka menghuni ruangan yang dibatasi oleh empat dinding tembok, sedangkan di luar para petugas terus mengawasi dengan ketat. Usman dan Harun yang penuh dengan iman dan taqwa dan semangat juang yang telah ditempa oleh Korpsnya KKO AL menambah modal besar untuk memberikan ketenangan dalam diri mereka yang akan menghadapi maut.

Di penjara Changi, pada hari itu udara masih sangat dingin suasana mencekam,tetapi dalam penjara Changi kelihatan sibuk sekali. Petugas penjara sejak sore sudah berjaga-jaga, dan pada hari itu tampak lebih sibuk lagi.

Di sebuah ruangan kecil dengan terali-terali besi rangkap dua Usman dan Harun benar-benar tidur dengan pulasnya. Meskipun pada hari itu mereka akan menghadapi maut, namun kedua prajurit itu merasa tidak gentar bahkan khawatir pun tidak.

Dengan penuh tawakal dan keberanian luar biasa mereka akan menghadapi tali gantungan.Sikap kukuh dan tabah ini tercermin dalam surat-surat yang mereka tulis pada tanggal 16 Oktober 1968, yang tetap melambangkan ketegaran jiwa dan menerima hukuman dengan gagah berani.
Betapa tabahnya mereka menghadapi kematian, hal in dapat dilihat dari surat-surat mereka yang dikirimkan kepadakeluarganya.

Sebagian Surat Usman yang berbunyi sebagai berikut:
Berhubung tuduhan dinda yang bersangkutan maka perlu anak anda menghaturkan berita duka kepangkuan Bunda sekeluarga semua di sini bahwa pelaksanaan hukuman mati ke atas anakanda telah diputuskan pada 17 Oktober 1968, hari Kamis 24 Rajab 1388.
Sebagian isi surat dari Harun sebagai berikut:
Bersama ini adindamu menyampaikan berita yang sangat mengharukan seisi kaum keluarga di sana itu ialah pada 14-10-1968 jam 10.00 pagi waktu Singapura rayuan adinda tetap akan menerima hukuman gantungan sampai mati.
Menghadapi Tiang Gantungan
Pukul 05.00 subuh kedua tawanan itu dibangunkan oleh petugas penjara,kemudian disuruh sembahyang menurut agamanya masing-masing. Sebenarnya tanpa diperintah ataupun dibangunkan Usman dan Harun setiap waktu tidak pernah melupakan kewajibannya untuk bersujud kepadaTuhan Yang Maha Esa. Karena sejak kecil kedua pemuda itu sudah diajar masalah keagamaan dengan matang.

Setelah melakukan sembahyang Usman dan Harun dengan tangan diborgol dibawa oleh petugas ke kamar kesehatan untuk dibius. Dalam keadaan terbius dan tidak sadar masing-masing urat nadinya dipotong oleh dokter tersebut, sehingga mereka berdua lumpuh sama sekali.

Dalam keadaan, lumpuh dan tangan tetap diborgol, Usman dan Harun dibawa petugas menuju ke tiang gantungan.Tepat pukul 06.00 pagi hari Kamis tanggal 17 Oktober 1968 tali gantungan dikalungkan ke leher Usman dan harun.

Pada waktu itu pula seluruh rakyat Indonesia yang mengetahui bahwa kedua prajurit Indonesia digantung batang lehernya tanpa mengingat segi-segi kemanusiaan menundukkan kepala sebagai tanda berkabung. Kemudian mereka menengadah berdoa kepada Illahi semoga arwah kedua prajurit Indonesia itu mendapatkan tempat yang layak di sisi-Nya. Mereka telah terjerat di ujung tali gantungan di negeri orang, jauh dari sanak keluarga, negara dan bangsanya. Mereka pergi untuk selama-lamanya demi kejayaan Negara, Bangsa dan Tanah Air tercinta.

Eksekusi telah selesai, Usman dan Harun telah terbujur, terpisah nyawa dari jasadnya. Kemudian pejabat penjara Changi keluar menyampaikan berita kepada para wartawan yang telah menanti dan tekun mengikuti peristiwa ini, bahwa hukuman telah dilaksanakan. Dengan sekejap itu pula tersiar berita ke seluruh penjuru dunia menghiasi lembaran mass media sebagai pengumuman terhadap dunia atas terlaksananya hukuman gantungan terhadap Usman danHarun.

Bendera Merah Putih telah dikibarkan setengah tiang sebagai tanda berkabung. Sedangkan masyarakat Indonesia yang berada di Singapura berbondong-bondong datang membanjiri Kantor Perwakilan Indonesia dengan membawa karangan bunga sebagai tanda kehormatan terakhir terhadap kedua prajuritnya.

Begitu mendapat berita pelaksanaan eksekusi, Pemerintah Indonesia mengirim Dr. Ghafur dengan empat pegawai Kedutaan Besar RI ke penjara Changi untuk menerima kedua jenazah itu dan untuk dibawa ke Gedung Kedutaan Besar RI untuk disemayamkan. Akan tetapi kedua jenazah belum boleh dikeluarkan dari penjara sebelum dimasukkan ke dalam peti dan menunggu perintah selanjutnya dari Pemerintah Singapura.

Pemerintah Indonesia mendatangkan lima Ulama untuk mengurus kedua jenazah di dalam penjara Changi. Setelah jenazah dimasukkan ke dalam peti, Pemerintah Singapura tidak mengizinkan Bendera Merah Putih yang dikirimkan Pemerintah Indonesia untuk diselubungkan pada peti jenazah kedua Pahlawan tersebut pada saat masih di dalam penjara. Pukul 10.30 kedua jenzah baru diizinkan dibawa ke Kedutaan Besar RI.

Mendapat penghormatan terakhir dan Anugerah dari Pemerintah  
Setelah mendapatkan penghormatan terakhir dari masya rakat Indonesia di KBRI, pukul 14.00 jenazah diberangkatkan ke lapangan terbang di mana telah menunggu pesawat TNI-AU yang akan membawa ke Tanah Air.

Pada hari itu Presiden Suharto sedang berada di Pontianak meninjau daerah Kalimantan Barat yang masih mendapat gangguan dari gerombolan PGRS dan Paraku. Waktu Presiden diberitahukan bahwa Pemerintah Singapura telah melaksanakan hukuman gantung terhadap Usman dan Harun, maka Presiden Suharto menyatakan kedua prajurit KKO-AL itu sebagai Pahlawan Nasional.
Pada pukul 14.35 pesawat TNI-AU yang khusus dikirim dari Jakarta meninggalkan lapangan terbang Changi membawa kedua jenazah yang telah diselimuti oleh dua buah bendera Merah Putih yang dibawa dari Jakarta.

Padahari itu juga, tanggal 17 Oktober 1968 kedua Pahlawan Usman dan Harun telah tiba di Tanah Air. Puluhan ribu, bahkan ratusan ribu rakyat Indonesia menjemput kedatangannya dengan penuh haru dan cucuran air mata. Sepanjang jalan antara Kemayoran, Merdeka Barat penuh berjejal manusia yang ingin melihat kedatangan kedua pahlawannya, pahlawan yang membela kejayaan Negara, Bangsa dan Tanah Air.

Setibanya di lapangan terbang Kemayoran kedua jenazah Pahlawan itu diterima oleh Panglima Angkatan Laut Laksamana TNI  R. Muljadi dan seterusnya disemayamkan di Aula Hankam Jalan Merdeka Barat sebelum dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Pada upacara penyerahan kedua jenazah Pahlawan ini menimbulkan suasana yang mengharukan. Di samping kesedihan yang meliputi wajah masyarakat yang menghadiri upacara tersebut, di dalam hati mereka tersimpan kemarahan yang tak terhingga atas perlakuan negara tetangga yang sebelumnya telah mereka anggap sebagai sahabat baik.

Pada barisan paling depan terdiri dari barisan Korps Musik KKO-AL yang memperdengarkan musik sedih lagu gugur bunga, kemudian disusul dengan barisan karangan bunga. Kedua peti jenazah tertutup dengan bendera Merah Putih yang ditaburi bunga di atasnya. Kedua peti ini didasarkan kepada Inspektur Upacara Laksamana TNI R. Mulyadi yang kemudian diserahkan kepada Kas Hankam Letjen TNI Kartakusumah di Aula Hankam.

Di belakang peti turut mengiringi Brigjen TNI Tjokropranolo dan Kuasa UsahaRI untuk Singapura Letkol M. Ramli yang langsung mengantar jenazah Usman dan Harun dari Singapura. Suasana tambah mengharukan dalam upacara ini karena baik BrigjenTjokropranolomaupun Laksamana R. Muljadi kelihatan meneteskan air mata.

Malam harinya, setelah disemayamkan di Aula Hankam mendapat penghormatan terakhir dari pejabat-pejabat Pemerintah, baik militer maupun sipil. Jenderal TNI Nasution kelihatan bersama pengunjung melakukan sembahyang dan beliau menunggui jenazah Usman dan Harun sampai larut malam.


Tepat pukul 13.00 siang, sesudah sembahyang Jum’at, kedua jenazah diberangkatkan dari Aula Hankam menuju ke tempat peristirahatan yang terakhir. Jalan yang dilalui iringan ini dimulai Jalan Merdeka Barat, Jalan M.H. Thamrin, Jalan Jenderal Sudirman, Jalan Gatot Subroto, Jalan PasarMinggu dan akhirnya sampai Kalibata.

Sepanjang jalan yang dilalui antara Merdeka Barat dan Kalibata, puluhan ribu rakyat berjejal menundukkan kepala sebagai penghormatan terakhir diberikan kepada kedua Pahlawannya. Turut mengiringi dan mengantar kedua jenazah ini, pihak kedua keluarga, para Menteri Kabinet Pembangunan.
Laksamana R. Muljadi, Letjen Kartakusumah, Perwira-perwin Tinggi ABRI, Korps Diplomatik, Ormas dan Orpol, dan tidak ketinggalan para pemudadan pelajar serta masyarakat. Upacara pemakaman ini berjalan dengan penuh khidmat dan mengharukan. Bertindak sebagai Inspektur Upacara adalah Letjen Sarbini. Atas nama Pemerintah Letjen Sarbini menyerahkan kedua jasad Pahlawan ini kepada Ibu Pertiwi dan dengan diiringi doa semoga arwahnya dapat diberikan tempat yang layak sesuai dengan amal bhaktinya.

Dengan didahului tembakan salvo oleh pasukan khusus dari keempat angkatan, peti jenazah diturunkan dengan perlahan-lahan ke liang lahat. Suasana bertambah haru setelah diperdengarkan lagu Gugur Bunga.

Pengorbanan dan jasa yang disumbangkan oleh Usman dan Harun terhadap Negara dan Bangsa maka Pemerintah telah menaikkan pangkat mereka satu tingkat lebih tinggi yaitu Usmar alias Janatin bin Haji Muhammad Ali menjadi Sersan Anumerta KKO dan Harun alias Tohir bin Mandar menjadi Kopral Anumerta KKO. Sebagai penghargaan Pemerintah menganugerahkan tanda kehormatan BintangSakti dan diangkat sebagai Pahlawan Nasional.



Usman Janatin bin H. Ali Hasan (lahir di Dukuh Tawangsari, Desa Jatisaba, Kecamatan Purbalingga, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah, 18 Maret 1943 – meninggal di Singapura, 17 Oktober 1968 pada umur 25 tahun) adalah salah satu dari dua anggota KKO (Korps Komando Operasi; kini disebut Marinir) Indonesia yang ditangkap di Singapura pada saat terjadinya Konfrontasi dengan Malaysia.

Tohir bin Said. (Lahir di Pulau Bawean tanggal 4 April 1943): Anak ketiga dari Pak Mandar dengan ibu Aswiyani, yang kemudian terkenal menjadi Pahlawan Nasional dengan nama Harun.


(Praka Supriyanto, S.Sos NRP. 31050753721184 Anggota Yonif 403/WP)